KENDARI – SULTRAICON.COM.|| KBM Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Halu Oleo (FKIP UHO) menggelar prakondisi aksi di Perempatan Pasar Baru, Kota Kendari. Kegiatan ini merupakan langkah awal konsolidasi antara mahasiswa dan masyarakat untuk mempersiapkan gerakan puncak pada 26 September mendatang dengan rute aksi ke Polda Sultra dan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis (19/9/25).
Ketua BEM FKIP UHO sekaligus Jenderal Lapangan aksi, Ferli Muhamad Nur, menegaskan bahwa prakondisi ini lahir dari kekecewaan mahasiswa terhadap kinerja kepolisian di Sulawesi Tenggara. Menurutnya, aparat kerap melakukan tindakan represif terhadap mahasiswa, bahkan kasus tersebut masih terjadi hingga hari ini.
Ferli mengingatkan kembali tragedi kelam pada tahun 2019, ketika dua mahasiswa UHO, Randi dan Yusuf, tertembak dalam aksi demonstrasi. Hingga kini, kata dia, kasus tersebut belum mendapat kejelasan meski sudah bertahun-tahun disuarakan.
Ia menilai kepolisian seakan menutup mata terhadap berbagai problematika di Sulawesi Tenggara. “Bahkan saya menduga ada permainan di internal kepolisian sendiri, sehingga persoalan-persoalan besar dibiarkan tanpa penyelesaian,” tegasnya.
Lebih jauh, Ferli menantang Kapolda Sultra untuk serius menindak para mafia, khususnya mafia pertambangan yang selama ini dinilai merugikan masyarakat. “Jika Kapolda tidak mampu menyelesaikan persoalan besar ini, maka sebaiknya mundur dari jabatannya,” katanya lantang.
Selain isu penegakan hukum, mahasiswa juga menyoroti lambannya tindak lanjut terkait monumen Randi dan Yusuf. Padahal, pembangunan monumen itu sudah berulang kali dijanjikan oleh DPRD Sultra, namun hingga kini tidak kunjung terealisasi.
“Janji itu langsung keluar dari ucapan Ketua DPRD Sultra sendiri. Karena tidak ditepati, kami menilai Ketua DPRD adalah pembohong,” ungkap Ferli.
Atas dasar itu, pada puncak gerakan 26 September mendatang, massa akan mengarahkan aksi ke gedung DPRD Sultra dan Polda untuk menagih janji pembangunan monumen tersebut. Menurut Ferli, hal ini adalah simbol perjuangan agar peristiwa 2019 tidak dilupakan begitu saja.
Ia menegaskan bahwa prakondisi ini bukan sekadar aksi jalanan, melainkan bentuk konsolidasi yang menyatukan kekuatan mahasiswa dan masyarakat Sultra. Dengan demikian, gerakan yang akan datang diharapkan lebih terorganisir dan memiliki tekanan politik yang kuat.
“Kami ingin menunjukkan bahwa suara mahasiswa tidak bisa dibungkam. Kami turun untuk kepentingan rakyat, bukan kepentingan kelompok tertentu,” jelas Ferli.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyerukan solidaritas kepada seluruh elemen mahasiswa di Sultra agar bersatu menyuarakan ketidakadilan. Menurutnya, hanya dengan kekompakan, mahasiswa bisa mengawal isu-isu penting yang menyangkut hajat hidup masyarakat.
Aksi prakondisi di Perempatan Pasar Baru Kota Kendari berjalan dengan semangat perlawanan. KBM FKIP UHO menegaskan bahwa gelombang besar akan hadir pada 26 September nanti, dengan target mendesak Polda Sultra dan DPRD Sultra untuk tidak lagi mengingkari amanat rakyat.
Reporter: Ali Okong