KENDARI—SULTRAICON.COM. || Ratusan warga Desa Bangun Jaya, Kecamatan Lainea, Kabupaten Konawe Selatan, bersama Aliansi Rakyat Pemerhati Keadilan (ARPK) menggelar aksi unjuk rasa di depan Markas Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Rabu (17/9/2025). Demonstrasi ini menyoroti penahanan Kepala Desa Bangun Jaya, Masrin, yang dinilai cacat prosedur dan merugikan masyarakat.
Dalam aksi tersebut, mereka turut didukung oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Kendari (UMK). Kehadiran mahasiswa menambah bobot kritik terhadap aparat kepolisian, sekaligus memperkuat desakan agar kasus ini ditangani secara transparan.
Ketua BEM Fakultas Hukum UMK, Immawan Muhammad Alfiki, menegaskan bahwa pihaknya berdiri bersama masyarakat dan ARPK dalam memperjuangkan keadilan. Ia menyebut ada banyak kejanggalan dalam proses hukum yang dilakukan oleh Polda Sultra, terutama terkait laporan polisi yang muncul lebih dulu daripada peristiwa yang dituduhkan.
“Bagaimana bisa laporan masuk pada 29 Mei, sementara peristiwa yang dituduhkan baru terjadi 3 Juni? Ini bukan sekadar janggal, tapi bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Kami mendukung penuh masyarakat dan ARPK untuk mendesak Polda Sultra menjelaskan hal ini secara terbuka,” kata Alfiki.
Selain itu, Alfiki menyoroti bahwa Polda Sultra tidak melibatkan instansi teknis yang seharusnya menjadi rujukan, seperti Balai Pemetaan Kawasan Hutan dan BKSDA. Padahal, status lahan merupakan persoalan mendasar yang perlu diverifikasi secara ilmiah dan objektif.
Ia juga menegaskan, dugaan kriminalisasi terhadap Kepala Desa Bangun Jaya tidak boleh dibiarkan. Menurutnya, aparat hukum semestinya berpihak pada kepentingan rakyat, bukan justru menekan pemimpin desa yang memperjuangkan tanah masyarakatnya.
“Kalau hukum ditegakkan secara benar, seharusnya yang diperiksa adalah pihak yang merugikan masyarakat, bukan Kepala Desa yang membela warganya. Kami menuntut Polda Sultra berlaku adil dan tidak berpihak pada kepentingan korporasi,” tegas Alfiki.
Warga Bangun Jaya bersama ARPK dalam aksinya menegaskan bahwa lahan yang digarap pemerintah desa merupakan tanah bersertifikat milik masyarakat. Pemanfaatannya juga telah disepakati melalui Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) desa, dengan tujuan mendukung ketahanan pangan.
BEM Hukum UMK menilai penetapan tersangka terhadap Kepala Desa Bangun Jaya adalah tindakan yang tidak adil dan berpotensi kriminalisasi. Mereka mendesak Kapolda Sultra turun langsung mengawal kasus ini agar hukum benar-benar ditegakkan sesuai asas keadilan.
“Salus populi suprema lex esto atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Kami mahasiswa hukum akan terus berdiri di samping masyarakat, mengawal kasus ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi aparat desa lainnya di Sulawesi Tenggara,” pungkas Alfiki.
Hingga berita ini diturunkan, Polda Sultra belum memberikan keterangan resmi mengenai tuntutan warga, ARPK, maupun sikap BEM Hukum UMK. Kasus ini kini menjadi sorotan publik karena menyangkut hak-hak masyarakat desa, isu lingkungan, serta kredibilitas penegakan hukum di Sulawesi Tenggara.
Reporter: Ali Okong